Gambar Garuda Pancasila berlatar belakang biru dengan tulisan "PERINGATAN DARURAT" menjadi viral di media sosial pada Rabu (21/8/2024). Selain itu, tagar #KawalPutusanMK juga menjadi trending di Twitter atau X, dengan banyak warganet mengunggahnya setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat pencalonan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.
Menurut laporan dari Kompas.com pada Rabu (21/8/2024), tagar "Peringatan Darurat" mencapai 11.800 unggahan, sementara #KawalPutusanMK mencapai 25.900 unggahan. Kedua tagar ini bahkan menggantikan tagar yang sebelumnya viral terkait isu pribadi istri pemain timnas Indonesia, Pratama Arhan.
Gambar yang viral tersebut diambil dari tangkapan layar analog horor karya EAS Indonesia Concept dan dibagikan oleh banyak pengguna media sosial di Twitter dan Instagram. Pemicunya adalah ketidakpuasan publik terhadap DPR RI yang dianggap mengabaikan putusan MK terkait syarat pencalonan kepala daerah.
DPR melalui Badan Legislasi merevisi UU Pilkada yang dianggap bertentangan dengan dua putusan MK. Pertama, mereka mengembalikan ambang batas pencalonan kepala daerah menjadi 20 persen kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah pileg sebelumnya, yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 oleh MK. Kedua, batas usia minimal calon kepala daerah dihitung sejak pelantikan, meskipun MK menetapkan bahwa batas ini harus dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU.
MK menegaskan bahwa putusannya bersifat final dan mengikat. Pada putusan terkait usia calon kepala daerah, majelis hakim MK mengingatkan konsekuensi bagi calon yang diproses di luar ketentuan.
Putusan MK mengenai syarat usia calon kepala daerah tertuang dalam Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Anthony Lee dan Fahrur Rozi pada Selasa (20/8/2024). Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyatakan bahwa syarat usia minimal harus dipenuhi saat pendaftaran calon, dengan batasan usia dihitung pada saat penetapan pasangan calon oleh KPU. Ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang sebelumnya menetapkan batas usia dihitung saat pelantikan.
Keputusan MK terkait ambang batas pencalonan kepala daerah juga tercantum dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Partai Buruh dan Gelora. MK mengabulkan sebagian permohonan dan memutuskan bahwa ambang batas pencalonan tidak lagi 25 persen perolehan suara partai atau 20 persen kursi DPRD, melainkan bervariasi sesuai jumlah penduduk dalam daftar pemilih tetap di provinsi tersebut.
Ahli hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Oce Madril, menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan mengikat. Menurutnya, putusan MK memiliki kekuatan eksekutorial segera setelah dibacakan oleh hakim konstitusi.
"Artinya, tidak ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan untuk mengubah putusan MK, termasuk oleh DPR," ujarnya, seperti dikutip dari Kompas.com pada Rabu.
Oce juga menjelaskan bahwa putusan MK bersifat erga omnes, yang berarti mengikat semua pihak tanpa kecuali. Oleh karena itu, seluruh pihak, termasuk DPR, KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), partai politik, dan masyarakat luas, harus mematuhi putusan MK.
Jika ada pihak yang tidak mematuhi putusan MK, tindakan tersebut dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Oce memperingatkan bahwa ketidaktaatan terhadap putusan MK terkait pilkada dapat menimbulkan dampak serius, termasuk potensi pelanggaran hukum dalam pelaksanaan pilkada serentak serta kemungkinan pembatalan hasil pilkada oleh MK, mengingat lembaga ini memiliki kewenangan untuk memutus perkara hasil pemilihan umum.
© Copyright 2024 KalSel Bersuara - All Rights Reserved